KULONPROGO - Kasus dugaan gangguan ketertiban di Desa Bugel, kecamatan Panjatan yang dengan terdakwa beberapa anggota paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo, disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Wates, Selasa (17/12/2013) kemarin. Tak seperti kasus tindak pidana ringan (tipiring) pada umumnya, sidang kali itu berlangsung cukup lama hingga sekitar lima jam.
Adapun empat terdakwa merupakan anggota PPLP Kulonprogo itu yakni Rumidi (27), Zainal Arifin (18), dan Yudi Hermawan (24) yang merupakan waga Desa Bugel Kecamatan Panjatan serta Harnanto (21), warga Lamongan Jawa Timur yang juga tinggal di Bugel. Dalam sidang tersebut, keempat terdakwa akhirnya hanya djatuhi pidana denda Rp 104 ribu atau penjara tujuh hari oleh Hakim Ketua Lis Susilowati yang memimpin persidangan.
Mereka didakwa mengganggu ketertiban karena membleyer (mengegas) sepeda motor saat berlangsungnya pengajian di Masjid Bayati, Bugel. Kejadian bermula ketika para remaja ini memindah bendera PPLP (Paguyuban Petani Lahan Pantai) Kulonprogo yang berada di Jalan Desa ke Jalan Daendels di wilayah Bugel pada, Kamis (1/8/2013) silam. Saat itu kemudian terdengar ada kabar pencurian kambing di pesisir Siliran Kecamatan Galur.
Sekitar sepuluh remaja yang mengendarai sepeda motor inipun berinisiatif melakukan penyisiran di pesisir Bugel. Mereka melewati Masjid Bayati yang tengah dilaksanakan pengajian Nuzulul Quran. Suara bising knalpot dari sepeda motor ini pun, membuat pengajian sedikit terganggu. Kuswanto, warga setempat yang merupakan anggota TNI kemudian mengadukan kejadian itu ke Polsek Panjatan malam itu juga.
Namun laporan ini tidak diterima dan diarahkan ke Mapolres Kulonprogo. Dari pengembangan dan penyelidikan yang dilakukan polisi, akhirnya menetapkan empat orang tersangka yang dalam prosesnya kemudian berlanjut hingga meja hijau.
“Terdakwa secara sah dan terbukti bersalah melanggar pasar 176 KUHP dengan pidana denda Rp 100 ribu dan membayar perkara masing-masing terdakwa seribu rupiah atau menjalani pidana penjara selama tujuh hari,”ujar Hakim ketua saat membacakan putusannya.
Tuntutan ini lebih ringan dari tuntutan penyidik yang menuntut dengan pasal sama dengan denda Rp 120 ribu dan pidana satu setengah bulan. Hal yang meringankan terdakwa karena sopan dan menghormati sidang dan menyesali perbuatannya. Sedangkan yang memberatkan perbuatan terdakwa meresahkan orang, apalagi dalam kegiatan agama.
Sidang ini juga dipadati puluhan warga pesisir dan anggota PPLP Kulonprogo yang memberikan dukungan bagi para terdakwa. Selain para terdakwa, sidang juga menghadirkan empat orang saksi dari penyidik Polres Kulonprogo serta tiga saksi dari kuasa hukum terdakwa. Hal inilah yang membuat proses persidangan berlangsung lama. Selain itu, hakim juga harus mendengarkan langsung suara kenalpot dari dua jenis kendaraan yang digunakan para terdakwa. Hakim juga melakukan mediasi kepada terdakwa dan pelapor untuk saling memaafkan.
Tokoh PPLP Kulonprogo, Sumanto, mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim karena unsur sengaja yang disangkakan tidak terpenuhi. Menurutnya, para terdakwa itu melewati masjid dengan tujuan mencari pencuri, bukan untuk mengganggu pengajian. Pihaknya tetap beranggapan bahwa kasus itu hanya upaya pihak tertentu untuk mengkriminalisasikan PPLP.
”Lha wong kasus tipiring aja kok sampe begini. Pemberkasannya di polisi saja sampai empat bulan. Ini jelas dilatarbelakangi permasalahan pro dan kontra tambang pasir besi di pesisir,” kata Sumanto.
Sementara itu pelapor Kuswanto mengaku puas dengan pidana yang dijatuhkan oleh majleis hakim. Dia mengaku melaporkan perbuatan terdakwa agar menjadi pembelajaran di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar