KULONPROGO—Pemkab Kulonprogo menghindari tindakan represif terkait dengan pencabutan paksa patok bandara yang dilakukan warga Desa Glagah, Kecamatan Temon, Jumat (10/1/2014) lalu. Kendati aksi tersebut digolongkan sabotase dan kriminal karena melawan pemerintah.
Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo, mengatakan, sedapat mungkin menghindari upaya penindakan hukum terhadap pelaku pencabutan patok.
Hal yang utama, kata dia, keinginan masyarakat difasilitasi oleh pemerintah dengan dukungan PT. Angkasa Pura selaku pemrakarsa pembangunan bandara baru. Ia telah menginstruksikan kepada Sekda Kulonprogo untuk melakukan pendekatan persuasif.
“Masyarakat kami ajak duduk bersama dan membahas secara pribadi, satu per satu, keinginan mereka seperti apa,” jelasnya, Senin (13/1/2014).
Dijelaskannya, persoalan di masyarakat terus dikaji oleh tim yang berada di lapangan. Pada prinsipnya, pengecekan lapangan dan pemasangan patok-patok tersebut untuk memperjelas batas-batas lokasi pembangunan bandara, sehingga walaupun patok dicabut tidak akan menghilangkan data batasan lahan.
“Setelah patok dipasang, batas imajiner semakin jelas, walaupun sudah dicabut, batas juga sudah kelihatan,” terangnya.
Hasto menilai, saat ini bukan waktu untuk memperdebatkan jadi atau tidaknya pembangunan bandara, melainkan bagaimana proyek tersebut dapat berdampak postif bagi warga.
Sementara, Kabag Humas TI Setda Kulonprogo, Rudy Widyatmoko, mengungkapkan, pemkab Kulonprogo tidak akan mengkriminalisasikan warganya. “Tapi pemerintah juga meminta masyarakat berpikiran terbuka dan mau diajak berdiskusi,” tukasnya.
Pemasangan patok, imbuh dia, hanya untuk menunjukkan pada masyarakat lahan yang terkena proyek tersebut. Menurutnya, hal ini sesuai dengan permintaan warga perihal kepastian batas lokasi bandara dan nama-nama yang terdampak.
harianjogja.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar