KULON PROGO. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X bersikeras bahwa megaproyek bandara internasional harus terealisasi. Gejolak penolakan yang terjadi di masyarakat Kulonprogo, termasuk upaya pencabutan patok-patok batas bandara seharusnya tidak perlu terjadi.
“Pembangunan bandara ini sudah masuk dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sudah jadi program nasional. Jadi harus bisa terealisasi,” ucap HB X dijumpai di kantornya di Gedhong Wilis Kepatihan, Senin (13/1/2014).
Karenanya, Sultan mendesak Pemkab Kulonprogo agar terus melakukan komunikasi dan sosialisasi ke warga. Sosialisasi yang disampaikan pun harus memberikan pemahaman kepada warga tentang arti pembangunan dan potensi-potensi ekonominya.
“Jadi warga tidak sekadar tanahnya saja yang dibeli. Tapi harus ada jalan keluar komprehensif agar warga tidak terlantar,” tandasnya.
Selain masalah penolakan warga, Pemda DIY kini tengah mengupayakan penyelesaian kesepakatan antara PT Angkasa Pura selaku pemrakarsa pembangunan bandara dengan PT Jogja Magasa Iron (JMI) yang akan membangun pabrik pengolahan bijih besi (pig iron) tak jauh dari lokasi bandara. Rencananya, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub RI akan berdialog dengan dua perusahaan besar itu pada Kamis (16/1/2014) pekan ini.
“Targetnya, Kamis (16/1/2014), masalah antara Angkasa Pura dengan PT JMI clear,” tandasnya.
Seperti diketahui, keberadaan pig iron milik PT JMI yang terlalu dekat dengan landasan dikhawatirkan bisa membahayakan penerbangan. Ketinggian cerobong serta dampak panas yang mencapai 6.000 derajat Celcius dikhawatirkan bisa membakar pesawat yang melintas. Karenanya, Pemda DIY terus mengupayakan adanya kesepakatan antara PT Angkasa Pura dengan PT JMI. Tapi, keputusan finalnya berupa dokumen Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) merupakan kewenangan Kementerian Perhubungan RI.
Meski belum ada keputusan resmi dari Kemenhub, Gubernur sudah melihat adanya itikad baik dari PT Angkasa Pura maupun PT JMI untuk saling menyesuaikan proyeknya. PT Angkasa Pura selaku pemrakarsa pembangunan bandara siap menggeser landasan (runway) sejauh tiga derajat. Sedangkan PT JMI juga siap memundurkan pabriknya ke arah timur sehingga terpaut jarak tiga kilometer dari bandara.
“Sehingga, pesawat itu tidak akan mendarat dengan posisi ada pabrik di bawahnya, melainkan posisi mendaratnya bersisihan dengan pabrik,” ucap pria yang bernama kecil Herjuno Darpito itu.
Direktur SDM dan Community Development yang merangkap sebagai juru bicara PT JMI Heru Priyono mengatakan, lokasi pabrik pengolaha bijih besi (pig iron) memang akan digeser dari perencanaan awalnya. Sebelumnya, lokasi pig iron itu berjarak kurang dari tiga kilometer dari runway bandara. Namun, saat ini telah muncul kesepakatan antara PT Angkasa Pura I dengan PT JMI agar jarak runway bandara dengan pig iron terpaut tiga kilometer sesuai rekomendasi jarak aman bandara yang disampaikan Kementerian Perhubungan.
"Lokasi pabrik yang cerobong asapnya tinggi-tinggi kami geser ke timur dari desain awal. Jaraknya jadi tiga kilometer dari runway bandara," ucap Heru Priyono kepada Tribun Jogja, Jumat (20/12/2013).
Direktur Utama PT JMI Hendra Surya juga sempat menyatakan akan berkompromi dengan PT Angkasa Pura I selaku pemrakarsa megaproyek bandara agar kepentingan bandara dengan pabriknya bisa selaras.
"JMI akan menyesuaikan (lokasi pabrik dengan lokasi bandara) menurut petunjuk dari Kementerian Perhubungan agar tidak mengganggu operasional bandara," ucap Direktur Utama PT JMI Hendra Surya dijumpai usai menggelar pertemuan dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Gedhong Wilis Kepatihan, Kamis (19/12/2013) lalu.
Meski telah siap mengalah, PT JMI mendesak agar keputusan resmi berupa dokumen Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) dari Kemenhub RI bisa segera diterbitkan. Sebab, PT JMI sudah mengulur rencana pembangunan pabriknya yang seharusnya dimulai pada Desember 2013. Namun, karena belum adanya keputusan itu, peletakan batu pertama terpaksa ditunda hingga sekarang.
“JMI mau mundur asalkan keputusannya cepat. Sebab, semakin molor keputusannya, maka kontrak lainnya juga akan semakin mundur,” tegas Sultan yang selama ini mencoba berdialog dengan kedua belah pihak.
Sesuai masterplan yang telah dipresentasikan PT Angkasa Pura beberapa waktu lalu, bandara internasional Kulonprogo memanfaatkan lahan seluas 637 hektar dengan panjang landasan lebih dari tiga kilometer dan lebar landasan 45 meter. Bandara ini diproyeksikan mampu menampung 20 juta hingga 22 juta penumpang dalam satu tahun atau tiga kali lebih besar dari bandara Adisucipto di Maguwoharjo, Sleman
tribunjogja.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar